1. Pengertian Hubungan Diplomatik
Pengertian mengenai apa persisnya suatu misi diplomatik dan hubungan
diplomatik tidaklah tercantum secara eksplisit dalam Konvensi Wina 1961
tentang Hubungan Diplomatik. Hal ini tidak mengherankan, sebab bila
kita membaca secara keseluruhan isi konvensi tersebut dapat kita
simpulkan bahwa konvensi ini memang tidaklah dimaksudkan untuk
memberikan penjelasan yang normatif mengenai pengertian – pengertian
umum akan tetapi lebih mengarah ke aspek teknis bagaimana suatu
hubungan diplomatik itu seharusnya berlangsung dalam aktivitas
masyarakat internasional saat ini.
Alih
– alih memberikan pengertian yang normatif mengenai apa itu misi
diplomatik, Pasal 2 konvensi ini hanya menyatakan syarat – syarat
terbentuknya suatu hubungan diplomatic itu sendiri, yaitu :
“The establishment of diplomatic relations between States, and of
permanent diplomatic missions, take place by mutual consent”. (yang
secara bebas penulis terjemahkan : pembentukan hubungan diplomatik antar
negara, dan oleh misi diplomatik yang permanen, dibentuk berdasarkan
kesepakatan bersama (para pihak)).
Berdasarkan pasal tersebut, dapat kita lihat bahwa...
kesepakatan bersama (mutual consent) merupakan
syarat mutlak berdirinya suatu hubungan diplomatik, baik oleh antar
negara maupun oleh suatu misi diplomatik yang permanen. Akan tetapi, hal
lain yang perlu diperhatikan di sini bahwa berdasarkan pasal ini pula
penulis mencoba memberikan gambaran mengenai perbedaan antara misi
diplomatik dan hubungan diplomatik.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa hubungan diplomatik antar negara
dengan negara dilakukan oleh suatu misi diplomatik yang permanen. Jadi,
penulis mengambil kesimpulan bahwa jika hubungan diplomatik antar
negara diartikan sebagai “the Conduct by Government officials of
negotiations and other relations between nations..” (yang secara bebas
berarti tindakan oleh pemerintah secara resmi yang terkait dengan
negosiasi dan hubungan lainnya antar negar), maka salah satu bentuk
nyata dalam pelaksanaan hubungan tersebut dalam praktek negara – negara
yaitu melalui pembentukan misi diplomatik yang permanen.
2. Berlakunya Hubungan Diplomatik :
Sejarah telah membuktikan bahwa penempatan wakil – wakil suatu negara
kepada negara asing ini sudah dipelopori oleh beberapa republic di
Italia (di antara mereka sendiri) dan pada abad ke 15 Republik Italia
menempatkan wakilnya di beberapa negara seperti Spanyol, Jerman,
Prancis, dan Inggris. Contoh tersebut diikuti oleh negara – negara lain
sehingga pada akhir abad ke 17, penempatan wakil – wakil tetap ini
sudah menjadi kebiasaan umum di Eropa.
Suatu negara yang berdaulat mempunyai hak penuh untuk mengirimkan
perwakilan diplomatik ataupun wakil – wakil konsulernya ke negara lain
dan berkewajiban untuk menerima perwakilan diplomatik maupun konsuler
dari negara – negara berdaulat lainnya. Hak untuk mewakili dan diwakili
tersebut pada hakikatnya merupakan suatu atribut dari negara yang
berdaulat penuh. Namun, untuk mulai membuka hubungan diplomatik tetap
harus memperhatikan, antara lain :
a.Hak Legalasi
Hak legalasi adalah hak pembukaan hubungan diplomatik yang membutuhkan
persetujuan dari kedua belah pihak. Hak ini dapat diwujudkan dalam
bentuk persetujuan tertulis (tetapi tidak terlalu diperlukan) dan bahkan
dapat dilakukan secara informal. Sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas sebelumnya, hak ini sebenarnya merupakan perwujudan kedaulatan
negara yang berdaulat penuh akan tetapi karena menyangkut pula
kedaulatan negara lain yang sama penuhnya maka dibutuhkan adanya
persetujuan kedua belah pihak.
b.Syarat – Syarat Pembentukan Perwakilan Diplomatik ;
Secara garis besar, ada dua syarat pembentukan suatu perwakilan diplomatik, yaitu :
1.Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak
Hal ini secara eksplisit sudah dinyatakan dalam Pasal 2 Konvensi Wina
1961, yang menyatakan bahwa pembentukan hubungan diplomatik antar
negara harus dilakukan dengan persetujuan bersama. Persetujuan bersama
tersebut dituangkan dalam bentuk persetujuan bersama (joint agreement),
komunikasi bersama (joint communication), atau pernyataan bersama
(joint declaration).
2.Harus berdasarkan prinsip – prinsip hukum internasional yang berlaku.Setiap
negara dapat melakukan hubungan atau pertukaran perwakilan diplomatik
didasarkan prinsip – prinsip hukum yang berlaku dan prinsip timbal
balik (resiprositas). Hal ini ditegaskan oleh Von Glahn dalam bukunya
Law Among Nations yang mengatakan bahwa :
“Dasar hukum setiap hubungan diplomatik adalah harus ada persetujuan
dari negara penerima, perwakilan asing tersebut, negara penerima harus
meletakkan ketentuan – ketentuan yang mengatur status hukum dan
kegiatan diplomatik asing yang bersangkutan. Ketentuan mana harus
dilandasi dengan prinsip – prinsip hukum internasional yang berlaku.
PANGKAT / PENGGOLONGAN PEJABAT DIPLOMATIK
1.Kepala Misi
Sesuai dengan Konvensi Wina 1961, sebelum pengiriman calon kepala misi
diplomatik harus ada persetujuan dari negara penerima terlebih dahulu.
Hal ini dituangkan dalam Pasal 12 konvensi tersebut. Berkaitan dengan
proses persetujuan pengangkatan kepala misi diplomatik, biasanya juga
ditetapkan kepangkatannya. Mengenai masalah kepangkatan kepala misi
diplomatik, diatur dalam Pasal 14 Konvensi Wina 1961, yaitu :
1. Heads of mission are divided into three classes, namely:
(a) that of ambassadors or nuncios accredited to Heads of State, and other heads of mission of equivalent rank;
(b) that of envoys, ministers and internuncios accredited to Heads of State;
(c) that of charges d'affaires accredited to Ministers for Foreign Affairs.
2. Except as concerns precedence and etiquette, there shall be no
differentiation between heads of mission by reason of their class.
Berdasarkan pasal di atas terlihat bahwa meskipun ada pembagian kelas
dari segi pengangkatan, namun dari segi pangkat ketiga kelas tersebut
kedudukannya sama saja, yaitu sama – sama kepala misi diplomatik.
2.Anggota Staff dan Personel
Sedikit berbeda dengan pengangkatan kepala misi diplomatik, seorang
pejabat atau staf perwakilan tidak memerlukan persetujuan dari negara
penerima. Negara pengirim hanya perlu memberitahukan kepada negara
penerima tentang siapa yang akan dikirim. Pejabat – pejabat tersebut
terdiri atas beberapa golongan, antara lain :
a.Staf diplomatik (members of mission), terdiri dari :
Kepala perwakilan, minister, minister counselor, counselor, sekretaris I, sekretaris II, sekretaris III, dan atase – atase.
b.Anggota staf diplomatik (members of the staff if mission), terdiri dari :
Staf administratif dan teknis, juru bahasa, dokter, penasihat hukum,
sekretaris – sekretaris dalam jabatan – jabatan tertentu, kepala bagian
arsip, bagian code, dan lain – lain.
c.Staf dari anggota staf diplomatik (members of the diplomatic staff), terdiri dari :
Bukan pegawai – pegawai diplomatik pribadi. Seperti sopir dan pengatur
rumah tangga yang dipekerjakan langsung oleh perwakilan, tidak oleh
pribadi.
3.Korps Diplomatik
Dalam negara penerima berkumpul wakil – wakil dari berbagai negara yang
disebut korps diplomatik (corps diplomatique), yaitu keseluruhan wakil
– wakil diplomatik negara – negara asing di suatu negara. Korps
diplomatik bukan merupakan badan tersendiri yang bertindak dalam hukum.
Menurut hukum, korps diplomatik bukanlah merupakan suatu kesatuan, akan
tetapi, bila terjadi suatu kasus pelik yang terjadi menyangkut seorang
atau beberapa orang wakil diplomatik baik dari satu maupun lebih
negara, para wakil diplomatik bersama – sama (dalam kerangka korps
diplomatik) dapat ‘melapor’ kepada kepala negara penerima atau
pemerintah negara penerima. Misalnya, apabila merasa kepentingan mereka
bersama dilanggar oleh tindakan – tindakan tertentu dari pemerintah
negara tersebut.
Selain itu, korps diplomatik sebagai wakil bersama bertindak sebagai
kesatuan dalam berbagai upacara. Mereka mempunyai pimpinan
(koordinator) sebagai ketua korps diplomatik yang disebut dean atau
doyen, yang berarti ketua. Urutan yang paling penting adalah menunjuk
ketua korps diplomatik. Falam hal ini dean merupakan wakil diplomatik
dengan pangkat tertinggi dan paling lama di negara penerima atau wakil
dalam urutan pertama. Oleh karena itu, seorang duta atau charge
d’affaires tidak akan pernah menjadi dean, kecuali bila tidak ada
ambassador atau duta sama sekali di negara tersebut.
PENGANGKATAN PEJABAT DIPLOMATIK
1.Kepala Misi Diplomatik
Sebagaimana telah disebutkan di atas, ada tiga klasifikasi kepala misi
diplomatik berdasarkan pengangkatannya menurut Pasal 14 konvensi Wina
1961, yaitu :
a.Ambassador atau Nuncios, yang diangkat dan diakreditasikan oleh Kepala Negara dan kepala misi yang lain yang sederajat.
b.Envoys, Ministers, dan Internuncios, yang diangkat dan diakreditasikan oleh Kepala Negara.
c.Charge d’affaires, yang diangkat dan diakreditasikan oleh Menteri Luar Negeri.
2. Anggota Staf dan Personel
Adapun mengenai pengangkatan anggota staf dan personel tidak memerlukan
akreditasi khusus dari Kepala Negara maupun Menteri Luar Negeri. Baik
anggota staf maupun personelnya dapat diangkat langsung oleh Kepala
Misi Diplomatik yang sedang menjabat maupun Kementrian Luar Negeri dari
negara pengirim. Hal ini disebabkan karena tugas – tugas yang
dikerjakan oleh anggota staf maupun personel enderung lebih bersifat
administratif saja sehingga tidak membutuhkan suatu izin khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Widagdo, Setyo. S.H., M.Hum., dan Hanif Nur Widhiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Diplomatik dan Konsuler. Bayu Media : Malang
Widodo, Prof. Dr. S.H., M.H..2009. Hukum Diplomatik dan Konsuler. Laksbang Justitia : Jakarta
Undang – Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan
Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya
mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan. Diakses melalui
www.google.com, pada tanggal 14 Februari 2010, pukul 10.54 WITA
sumber:
http://serba-serbiceritasehari-hari.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar